Waktu mengenang semua cerita
Tertanam di balik sebuah pohon
Terukir sejuta canda tawa
Bersama dirimu
Kaulah teman yang terbaik
Yang selalu ada untukku
Menemaniku, menghiburku
Disepanjang waktu
Hanya kau lah yang tau
Semua yang kuinginkan...
Teman kau bagaikan pelangi hidupku
Yang memberiku sejuta warna
Tanpa dirimu hidupku kan gundah
dan tak berarti
HOLYSHIT
Sabtu, 15 Februari 2014
Sabtu, 01 Februari 2014
Kantin
Pada suatu kelas di SMA Suka Maju, seorang guru sedang mengabsen anak-anak muridnya sebelum memulai pembelajaran.
Bu guru : Budi ?
Budi : Hadir bu !
Bu guru : Caca ?
Caca : Hadir bu !
Bu guru : Joni ?
Murid-murid : Gak tau bu, masih di luar kayaknya...
(Tiba-tiba Joni pun masuk ke kelas)
Bu guru : Joni, abis dari mana saja kamu ?
Joni : Maaf bu, tadi saya habis makan di warung sebelah sekolah...
Bu guru : Ngapain kamu kesana ? Kita kan sudah punya kantin di sebelah UKS...
Joni : Kantin bu ? Saya kira petakan bu, kecil banget...
(Para murid langsung tertawa mendengar jawaban Joni)
Bu guru : Huss kamu ini, masih mending ada kantin !
Joni : Tapi bener kan bu..?
Bu guru : Iya juga sih
Joni : Rame banget lagi kayak pasar...
Mendengar hal itu murid-murid pun hanya meng-iyakan dan ibu guru kembali mengabsen dan kelas kembali normal
Bu guru : Budi ?
Budi : Hadir bu !
Bu guru : Caca ?
Caca : Hadir bu !
Bu guru : Joni ?
Murid-murid : Gak tau bu, masih di luar kayaknya...
(Tiba-tiba Joni pun masuk ke kelas)
Bu guru : Joni, abis dari mana saja kamu ?
Joni : Maaf bu, tadi saya habis makan di warung sebelah sekolah...
Bu guru : Ngapain kamu kesana ? Kita kan sudah punya kantin di sebelah UKS...
Joni : Kantin bu ? Saya kira petakan bu, kecil banget...
(Para murid langsung tertawa mendengar jawaban Joni)
Bu guru : Huss kamu ini, masih mending ada kantin !
Joni : Tapi bener kan bu..?
Bu guru : Iya juga sih
Joni : Rame banget lagi kayak pasar...
Mendengar hal itu murid-murid pun hanya meng-iyakan dan ibu guru kembali mengabsen dan kelas kembali normal
Sabtu, 25 Januari 2014
Virus
Rumere, anak papua yang pindah ke Jakarta bersekolah di suatu SMA di Jakarta. Dodi, teman Rumere keluar dari ruang komputer dan bertemu Rumere.
Rumere : Dodi, dari mana kau ?
Dodi : Dari ruang komputer, ternyata komputer di sana banyak virusnya
Rumere : Dibawa ke dokter saja...
Dodi : Hah..! itu beda lagi
Rumere : Terus virus apa ?
Dodi : Virus komputer, sampai-sampai nggak ada yang berani meng-copy data nya...
Rumere : Kopi ? memang di sana ada yang jual kopi ..?
Dodi : Halah... (meninggalkan Rumere)
Rumere : Dodi, dari mana kau ?
Dodi : Dari ruang komputer, ternyata komputer di sana banyak virusnya
Rumere : Dibawa ke dokter saja...
Dodi : Hah..! itu beda lagi
Rumere : Terus virus apa ?
Dodi : Virus komputer, sampai-sampai nggak ada yang berani meng-copy data nya...
Rumere : Kopi ? memang di sana ada yang jual kopi ..?
Dodi : Halah... (meninggalkan Rumere)
Percakapan menggunakan Adverb dan Adjective
Conversation
with Adverb and adjective
Hanif : Morning, Novan
Novan : Morning..
Hanif : Wow, is that yours..?
Novan : Oh this..
Yes this is mine…
Novan : Morning..
Hanif : Wow, is that yours..?
Novan : Oh this..
Yes this is mine…
Hanif : Woooww, this is great
Hanif : Where did you bought this ?
Novan : I bought it from Germany
Hanif : Where did you bought this ?
Novan : I bought it from Germany
Hanif : When ?
Novan : Last week…
Novan : Last week…
Hanif : How much ?
Novan : Rp. 50.000.000
Hanif : Wow, why do you buy this?
Hanif : Wow, why do you buy this?
Novan : Because sometimes I feel bored when im in home
Hanif : How do you take care of this ?
Novan : You should clean the screen carefully
Hanif : How do you take care of this ?
Novan : You should clean the screen carefully
Ok I should
go, because I'm very busy today.
Hanif : Oh ok…
Novan : Good bye, see you next time…
Hanif : See you…
Hanif : Oh ok…
Novan : Good bye, see you next time…
Hanif : See you…
Jumat, 10 Januari 2014
Membuat Undang-Undang
Di sebuah kota besar hiduplah kaka beradik bernama Roni dan Doni.
Sang kakak Roni, mengajak Doni jalan-jalan naik mobil. Saat di perempatan jalan, mereka melihat lampu merah sedang menyala. Tapi Roni tak menghiraukannya dan langsung menginjak gas.
"Loh kak, lampunya kan sedang merah" kata Doni
"Oh, itu..."
"Kan ada undang-undangnya, kalau lampu merah kita harus berhenti"
"Oh, kakak kan bisa buat undang-undang sendiri"
"Loh, kan yang bisa membuat undang-undang itu pemerintah. Memang gimana caranya?"
Roni pun meminggirkan mobilnya lalu meraba saku celananya, lalu melemparkan dompetnya ke Doni
"Dengan ini !"
Sang kakak Roni, mengajak Doni jalan-jalan naik mobil. Saat di perempatan jalan, mereka melihat lampu merah sedang menyala. Tapi Roni tak menghiraukannya dan langsung menginjak gas.
"Loh kak, lampunya kan sedang merah" kata Doni
"Oh, itu..."
"Kan ada undang-undangnya, kalau lampu merah kita harus berhenti"
"Oh, kakak kan bisa buat undang-undang sendiri"
"Loh, kan yang bisa membuat undang-undang itu pemerintah. Memang gimana caranya?"
Roni pun meminggirkan mobilnya lalu meraba saku celananya, lalu melemparkan dompetnya ke Doni
"Dengan ini !"
Kamis, 09 Januari 2014
Rokok
Di suatu negara peng-ekspor tembakau terbesar di dunia (bukan negara kita) pernah diadakan sayembara. Pemenangnya akan mendapatkan emas dan bahan pokok yang sangat banyak. Peserta akan dikurung di suatu gua untuk beberapa bulan. Mereka akan diberi persediaan makanan dan barang yang mereka minta sebagai bekal untuk hidup di dalam gua itu.
Orang Pertama : Berikan aku alkohol dan bahan makanan yang banyak. Lalu kurung aku didalam gua itu.
Orang Kedua : Berikan aku narkoba dan bahan makanan yang banyak. lalu kurung aku di dalam gua itu.
Orang Ketiga : Berikan aku rokok dan bahan makanan yang banyak. Lalu kurung aku di dalam gua itu.
Lalu panitia-panitia sayembara memberikan apa yang mereka minta dan segera mengurung mereka.
Setelah beberapa bulan berlalu, pintu gua dibuka dan ternyata orang peminum alkohol itu lemas dan tidak berdaya lalu dia jatuh dan meninggal. Orang pengguna narkoba, mulutnya mengeluarkan busa dan meninggal. Orang ketiga si penghisap rokok, dia sehat-sehat saja dan tidak terjadi apa-apa. Lalu dia berkata " Bagaimana bisa aku menghisap rokok ini jika tidak ada apinya ? "
Intinya, rokok tidak berbahaya kalau tidak ada apinya.
Orang Pertama : Berikan aku alkohol dan bahan makanan yang banyak. Lalu kurung aku didalam gua itu.
Orang Kedua : Berikan aku narkoba dan bahan makanan yang banyak. lalu kurung aku di dalam gua itu.
Orang Ketiga : Berikan aku rokok dan bahan makanan yang banyak. Lalu kurung aku di dalam gua itu.
Lalu panitia-panitia sayembara memberikan apa yang mereka minta dan segera mengurung mereka.
Setelah beberapa bulan berlalu, pintu gua dibuka dan ternyata orang peminum alkohol itu lemas dan tidak berdaya lalu dia jatuh dan meninggal. Orang pengguna narkoba, mulutnya mengeluarkan busa dan meninggal. Orang ketiga si penghisap rokok, dia sehat-sehat saja dan tidak terjadi apa-apa. Lalu dia berkata " Bagaimana bisa aku menghisap rokok ini jika tidak ada apinya ? "
Intinya, rokok tidak berbahaya kalau tidak ada apinya.
Jumat, 13 Desember 2013
Untuk Sahabat
Ketika dunia terang, alangkah semakin indah jikalau ada
sahabat disisi. Kala langit mendung, begitu tenangnya jika ada sahabat
menemani. Saat semua terasa sepi, begitu senangnya jika ada sahabat
disampingku. Sahabat. Sahabat. Dan sahabat. Ya, itulah kira-kira sedikit
tentang diriku yang begitu merindukan kehadiran seorang sahabat. Aku memang
seorang yang sangat fanatik pada persahabatan.
Namun, sekian lama pengembaraanku
mencari sahabat, tak jua ia kutemukan. Sampai sekarang, saat ku telah hampir
lulus dari sekolahku. Sekolah berasrama, kupikir itu akan memudahkanku mencari
sahabat. Tapi kenyataan dengan harapanku tak sejalan. Beragam orang disini
belum juga bisa kujadikan sahabat. Tiga tahun berlalu, yang kudapat hanya
kekecewaan dalam menjalin sebuah persahabatan. Memang tak ada yang abadi di
dunia ini. Tapi paling tidak, kuharap dalam tiga tahun yang kuhabiskan di
sekolahku ini, aku mendapatkan sahabat. Nyatanya, orang yang kuanggap sahabat,
justru meninggalkanku kala ku membutuhkannya. “May, nelpon yuk. Wartel buka
tuh,” ujar seorang teman yang hampir kuanggap sahabat, Riea pada ‘sahabat’ku
yang lain saat kami di perpustakaan. “Yuk, yuk, yuk!” balas Maya, ‘sahabatku’.
Tanpa mengajakku Kugaris bawahi, dia tak mengajakku. Langsung pergi dengan
tanpa ada basa-basi sedikitpun. Padahal hari-hari kami di asrama sering
dihabiskan bersama. Huh, apalagi yang bisa kulakukan. Aku melangkah keluar dari
perpustakaan dengan menahan tangis begitu dasyat. Aku begitu lelah menghadapi
kesendirianku yang tak kunjung membaik. Aku selalu merasa tak punya teman. “Vy,
gue numpang ya, ke kasur lo,” ujarku pada seorang yang lagi-lagi kuanggap
sahabat. Silvy membiarkanku berbaring di kasurnya.
Aku menutup wajahku dengan
bantal. Tangis yang selama ini kutahan akhirnya pecah juga. Tak lagi
terbendung. Sesak di dadaku tak lagi tertahan. Mengapa mereka tak juga sadar
aku butuh teman. Aku takut merasa sendiri. Sendiri dalam sepi begitu
mengerikan. Apa kurangku sehingga orang yang kuanggap sahabat selalu pergi
meninggalkanku. Aku tak bisa mengerti semua ini. Begitu banyak pengorbanan yang
kulakukan untuk sahabat-sahabatku, tapi lagi-lagi mereka ‘menjauhiku’. “Faiy,
lo kenapa sih ? kok nangis tiba-tiba,” tanya Silvy padaku begitu aku
menyelesaikan tangisku. “Ngga papa, Vy,” aku mencoba tersenyum. Senyuman yang
sungguh lirih jika kumaknai. “Faiy, tau nggak ? tadi gue ketemu loh sama dia,”
ujar Silvy malu-malu. Dia pasti ingin bercerita tentang lelaki yang dia sukai.
Aku tak begitu berharap banyak padanya untuk menjadi sahabatku. Kurasa semua
sama. Tak ada yang setia. Kadang aku merasa hanya dimanfaatkan oleh
‘sahabat-sahabatku’ itu. Kala dibutuhkan, aku didekati. Begitu masalah mereka
selesai, aku dicampakkan kembali. “Faiy, kenapa ya, Lara malah jadi jauh sama
gue. Padahal gue deket banget sama dia. Dia yamg dulu paling ngerti gue.
Sahabat gue,” Silvy curhat padaku tentang Lara yang begitu dekat dengannya,
dulu. Sekarang ia lebih sering cerita padaku. Entah mengapa mereka jadi menjauh
begitu. “Yah, Vy. Jangan merasa sendirian gitu dong,” balasku tersenyum. Aku
menerawang,” Kalau lo sadar, Vy, Allah kan selalu bersama kita. Kita ngga
pernah sendirian. Dia selalu menemani kita. Kalau kita masih merasa sendiri juga,
berarti jelas kita ngga ingat Dia,” kata-kata itu begitu saja mengalir dari
bibirku. Sesaat aku tersadar. Kata-kata itu juga tepat untukku. Oh, Allah,
maafkanku selama ini melupakanmu. Padahal Dia selalu bersamaku. Tetapi aku
masih sering merasa sendiri. Sedangkan Allah setia bersama kita sepanjang
waktu. Bodohnya aku. Aku ngga pernah hidup sendiri. Ada Allah yang selalu
menemaniku. Dan seharusnya aku sadar, dua malaikat bahkan selalu di sisiku. Tak
pernah absen menjagaku. Kenapa selama ini aku tak menyadarinya? Dia akan selalu
mendengarkan ‘curhatanku’. Dijamin aman. Malah mendapat solusi. Silvy tiba-tiba
memelukku. “Sorry banget, Faiy. Seharusnya gue sadar. Selama ini tuh lo yang
selalu nemenin gue, dengerin curhatan gue, ngga pernah bete sama gue. Dan lo
bisa ngingetin gue ke Dia. Lo shabat gue. Kenapa gue baru sadar sekarang, saat
kita sebentar lagi berpisah…” Silvy tak kuasa menahan tangisnya. Aku merasakan
kehampaan sejenak. Air mataku juga ikut meledak. Akhirnya, setelah aku sadar
bahwa aku ngga pernah sendiri dan ingat lagi padaNya, tak perlu aku yang
mengatakan ‘ingin menjadi sahabat’ pada seseorang. Bahkan malah orang lain yang
membutuhkan kita sebagai sahabatnya. Aku melepaskan pelukan kami. “ Makasih ya,
Vy. Ngga papa koki kita pisah. Emang kalau pisah, persahabatan bakal putus.
Kalau putus, itu bukan persahabatan,” kataku tersenyum. Menyeka sisa-sisa air
mataku. Kami tersenyum bersama. Persahabatan yang indah, semoga persahabatan
kami diridoi Allah. Sahabat itu, terkadang tak perlu kita cari. Dia yang akan
menghampiri kita dengan sendirinya. Kita hanya perlu berbuat baik pada
siapapun. Dan yang terpenting, jangan sampai kita melupakan Allah. Jangan
merasa sepi. La takhof, wala tahzan, innallaha ma’ana..Dia tak pernah
meninggalkan kita. Maka jangan pula tinggalkannya.
Langganan:
Komentar (Atom)